Kau...
Kau tau, saat ini aku sedang merasa seorang diri.
Entah apa yang membuatku merasakan hal itu. Semenjak
kau pergi meninggalkanku untuk selamanya beberapa waktu lalu, jatungku seolah
ikut berhenti berdetak. Nafasku terasa berat. Ingin rasanya aku ikut pergi saat
itu juga. Namun apa yang aku fikirkan, jelas sekali itu adalah tindakan bodoh
yang hanya dilakukan oleh orang yang putus asa. Tapi saat itu aku memang sedang
putus asa. Merasa dikhianati oleh orang yang sangat aku cintai. Kau, ya, itu
adalah kau.
Kau pergi begitu saja tanpa sepatah katapun terucap
saat aku memandangmu dari pintu Unit Gawat Darurat. Yang kau lakukan hanya diam
terbaring dan sesekali bergerak karena merasa kesakitan. Sementara aku hanya
terus mengucurkan airmata, tidak kuasa melihat keadaanmu. Saat beberapa suster
mendorong tubuhmu yang terbaring diatas ranjang menuju ruangan yang disebut
ICU, kecemasanku mulai mereda. Ada harapan yang besar disana. Harapan akan
kesembuhan dirimu. Angan-anganku terus melambung tinggi. Membayangkan apa yang
akan aku lakukan ketika kau membuka mata esok hari? Apa yang akan aku bawa saat
menjengukmu? Dan apa yang akan kau lakukan saat bertemu ‘mereka’?
‘Mereka’ yang selalu mewarnai hari-hari kita dengan
pertengkaran kecil dan besar. ‘Mereka’ yang kau ajak ikut masuk kedalam
kehidupan kita. ‘Mereka’ yang secara langsung dan tidak langsung punya maksud
yang sama, yaitu merebutmu dari pelukanku. Sudahlah, tidak akan menguntungkan
jika aku terus membahas ‘mereka’.
Namun seketika kabar itu datang. Kabar yang keluar
dari mulut sahabatmu. Kabar yang juga membuyarkan semua lamunanku. Kau pergi.
Kau pergi meninggalkanku untuk selamanya. Tidak banyak yang kuingat saat itu.
Yang kutau, setelah mendengar kabar itu, aku jatuh pingsan dan hilang
kesadaran. Saat kubuka mataku, aku segera menghampiri tubuhmu yang diam kaku
tertutupi selimut. Tidak banyak yang dapat aku lakukan. Kecuali menangis. Ya,
hanya air mata yang dapat mewakili perasaanku saat itu.
Semenjak itu kesendirian selalu menghantuiku. Aku
selalu merasa seorang diri. Kesepian karena kau telah pergi meninggalkanku.
Tunggu, kau tidak benar-benar meninggalkanku. Kita tau itu. Kau selalu
menemaniku. Tapi kenapa aku masih terus merasa sendiri? Apa karena hatiku
merasa sepi tanpa hadirmu? Tidak. Jelas tidak. Kau masih menetap dihati
terdalamku. Bukan itu alasanku merasa sendiri. Lalu apa? Apa yang membuatku
selalu menitikkan air mata? Apa karena aku tidak lagi dapat menangkap
bayanganmu? Hmm, seharusnya aku tidak pernah berfikir seperti itu. Kau selalu
disini. Disisiku. Dihatiku. Dianganku. Tapi kenapa kesepian itu selalu
menghantuiku?
Entahlah. Yang pasti bukan karena kau pergi
meninggalkanku. Karena kau memang tidak pernah melakukan itu.
Dia...
Ya, kau tau jelas siapa dia.
Dia adalah seorang yang selalu menemani hari-hariku.
Dulu. Sama sepertimu.
Dan karena sama sepertimu, dia juga pergi
meninggalkanku. Tidak, kau tidak meninggalkanku, dan dia meninggalkanku. Dia
pergi menjauh seolah kami tidak saling mengenal. Dia yang kutemui tempo hari,
bukan dia yang dulu selalu mendengarkan ceritaku. Dia tidak lagi tertarik
dengan kabarku. Setidaknya itu yang ada dibenakku.
Namun ada kesamaan diantara kalian. Kalian tetap
tinggal dihatiku walau entah berada dimana. Apa yang aku fikirkan? Tentu saja
aku sangat bodoh membiarkan dia masuk juga kedalam hatiku, sama sepertimu. Aku
menyesal sekali saat membiarkan dia melakukan sesuatu yang seharusnya tidak
terjadi. Saat itu kami hanya saling bertatapan dan berjanji seolah tidak
terjadi apa-apa. Dan kami melakukannya.
Dia menghilang. Benar-benar menetapi janji untuk tidak
mengingat kejadian tempo hari. Tapi tidak denganku. Memori itu terus menari
didalam benakku. Mengganggu hari-hariku. Tidak seharusnya aku membiarkan
kenangan buruk itu hadir menghantuiku. Kami telah berjanji. Dan seharusnya kami
menepati. Namun apa yang aku lakukan? Aku justru menikmati kenangan itu dengan
air mata. Air mata kerinduan akan hadirnya yang selalu menemani hari-hariku.
“hei, apa kabar?” Ingin sekali aku mengucapkan kata
itu saat bertemu dengannya. Tapi tidak. Kami bahkan tidak pernah bertemu lagi
setelah tempo hari bertemu disuatu tempat dengan suasana canggung. Dia terlihat
aneh. Dia bukan lagi dia sahabatku. Dia kini benar-benar telah menjadi orang
asing dimataku. Tapi tidak dihatiku.
Hatiku seolah mengharapkan dirinya kembali. Kembali
menemani hari-hariku. Kembali menjadi dia yang sahabatku, atau mungkin lebih.
Ahh, apa lagi yang kufikirkan? Ya, perasaan ini selalu muncul ketika sedang
membayangkan dirinya. Mebayangkan dialah sosok yang akan menggantikan dirimu.
Waw !! aku benar-benar sudah
kacau. Bagaimana bisa aku memikirkan hal yang jelas-jelas tidak akan pernah
terjadi. Kau dan Dia jelas-jelas berbeda. Kau lah yang kucintai kemarin, hari
ini dan seterusnya. Tidak akan pernah ada yang bisa menggantikan posisimu di
hatiku yang terdalam. Tidak juga Dia. Dia yang selalu hadir diangan-anganku,
akan tetap berada disana. Tidak akan pernah berubah jadi nyata.