Kamis, 05 April 2012

Love in Friendzone

Aku duduk dihadapannya. Mengamati kata demi kata yang keluar dari mulutnya. Membentuk sebuah cerita tentang kisah cintanya. Sebelumnya Ia sudah bercerita padaku lewat social media. Namun kali ini aku dapat melihat jelas emosi yang keluar dari matanya.
 "Gua salah banget ya emang suka sama dia..." Berkali-kali Ia mengucapkan kata-kata itu, sehingga membuatku bosan. Dan sudah berkali-kali pula aku mengatakan bahwa tidak ada yang salah dengan perasaan. Apa yang bisa kita salahkan dan siapa yang harus kita salahkan jika kita menyayangi sahabat kita sendiri. Semua terjadi begitu saja tanpa kita sadari. Kenyamanan yang kita rasakan saat bersama mungkin dapat berubah menjadi rasa cinta. Ya, temanku ini jatuh cinta pada sahabatnya yang juga adalah temanku sewaktu dikampus.
 "Tapi dia ga suka sama gua" Kata-kata ini juga yang paling sering aku dengar dari nya. Disini, Aku maupun Dia tidak ada yang tau bagaimana perasaan wanita itu. Karena aku tidak begitu dekat dengan wanita ini, aku tidak dapat mengorek informasi apapun darinya. Aku hanya dapat mendengar curahan teman lelakiku ini. Kebingungan yang ia rasakan semakin mejadi-jadi ketika ia berfikir bahwa si wanita bersikap beda kepadanya.
 "Lo liat ga tadi? Dia beda banget sama gua, gak kaya biasa. Ahhh harusnya gua ga jujur soal perasaan gua. Gua mau dia kaya dulu." Dia terus menyalahkan dirinya atas kebodohan yang ia perbuat. Hm, bukan kebodohan kalau menurutku, hanya ketidak tepatan waktu. Bukankah jujur adalah perbuatan yang baik.
 "Gak ada yang bisa disalahin. Perasaan juga gak salah kok. Kalo emang dia beda sama lo sekarang, mungkin dia belom nyadar sama perasaannya. Bisa jadi dia juga ada rasa sama lo, tapi dia takut. Takut kalo aja perasaan lo berdua bisa ngerusak persahabatan kalian." Ucapanku tak berhasil membuatnya berfikir lebih tenang. Ia masih tertunduk dan terdiam. Sejuta kebingungan sangat terpancar dari matanya. Aku paham betul apa yang dirasakan temanku ini. Karena aku pernah mengalaminya. Namun aku tidak dapat memberikan banyak masukan untuk membuatnya tetap tenang atau bahkan melupakan perasaannya, karena sampai saat ini aku harus akui aku belum dapat menemukan jalan terbaik untuk masalah ini. Aku masih terjebak didalamnya. Satu hal yang dapat aku perbuat hanyalah berpura-pura bahwa aku telah keluar dari labirin percintaan dalam persahabatan. Dan inilah yang belum dapat temanku lakukan. Ia baru memulai, dan butuh waktu untuk dapat mengakhiri permainan ini.

Writting

 Aku meneguk kopi yang aku buat lalu meletakkannya diatas meja, mengambil sebatang rokok lalu menghisapnya dalam-dalam. Kembali aku pandangi layar laptopku yang putih kosong. Entah mengapa hari ini aku tidak tau apa yang harus aku tulis. Ide demi ide bermunculan, namun tak satu katapun dapat aku ungkapkan. Ini tidak seperti biasanya, disaat secangkir kopi dan asap rokok sudah menemani aku akan dengan mudah membuat satu cerita. Namun kini itu tidak terjadi. Otak ku sedang bekerja keras merangkai kata demi kata yang berterbangan di angan-angan. Ketika aku berhasil merangkainya, sedetik kemudian disaat jari jemari ku menyetuh keyboard, kalimat itu hilang. Kata-kata yang susah payah aku rangkai kembali berterbangan, seolah mengejekku "KAU PAYAH KAU PAYAH..."
 Aku menyenderkan tubuhku ke sofa, sempat merasa putus asa dan berfikir  untuk mematikan laptopku lalu pergi tidur. Tapi itu tidak aku lakukan. Aku kembali menghisap rokok sambil memandangi layar laptopku.
 'Ada apa ini? Kenapa membuat satu katapun aku tidak sanggup' Gumamku dalam hati.
 Tak lama aku dengar suara gemiricik air hujan dari atapku. Aku menoleh kearah jendela, dan aku mendapati hujan sedang membasahi jendela-jendela rumahku. Aku tersenyum lebar sambil mematikan bara rokok ke asbak. Kembali aku meletakkan jari jemariku diatas keyboard. Berharap hujan kali ini memberikan sedikit pencerahan. Dan ya... akhirnya jari jemariku berhasil menekan satu demi satu huruf yang tertera di keyboard.
     "HUJAN..... Tak banyak orang menyukaimu, begitu pula Aku. Kau selalu mengacaukan rencanaku, membuat pakaian ku basah dan kotor, membuat daya tahan tubuhku menurun disaat aku harus berlari menerjangmu, itulah sebabnya aku membencimu. Tapi aku tidak membenci suaramu, suara yang begitu merdu tanpa iringan suara gemuruh, memberikanku inspirasi untuk menulis disaat aku tidak dapat menemukan kata demi kata untuk ditulis. Suaramu membuat suasana hatiku nyaman, sehingga hati dan otakku dapat bekerja sama merangkai kata kata yang sedari tadi berterbangan entah kemana. Lagu demi lagu yang terlantun belum lengkap tanpa suaramu untuk memberikanku inspirasi. Bagaimanapun aku membencimu, aku tidak pernah membenci suara merdumu. Karena suaramu lah yang membuat jari jemariku bergerak diatas keyboard dan merangkai kata demi kata........................"
  Aku masih tersenyum sambil terus menggerakkan jemariku. Kertas putih microsoft word yang sedari tadi aku pandangi, kini telah terisi oleh beberapa coretan-coretan hitam. Harus aku yakini, untuk menulis bukan hanya membutuhkan otak untuk berfikir, namun ketenangan hati sangat diperlukan untuk dapat membantu kinerja otak. :))