Rabu, 11 Juli 2012

Kau dan Dia


Kau...
Kau tau, saat ini aku sedang merasa seorang diri.
Entah apa yang membuatku merasakan hal itu. Semenjak kau pergi meninggalkanku untuk selamanya beberapa waktu lalu, jatungku seolah ikut berhenti berdetak. Nafasku terasa berat. Ingin rasanya aku ikut pergi saat itu juga. Namun apa yang aku fikirkan, jelas sekali itu adalah tindakan bodoh yang hanya dilakukan oleh orang yang putus asa. Tapi saat itu aku memang sedang putus asa. Merasa dikhianati oleh orang yang sangat aku cintai. Kau, ya, itu adalah kau.
Kau pergi begitu saja tanpa sepatah katapun terucap saat aku memandangmu dari pintu Unit Gawat Darurat. Yang kau lakukan hanya diam terbaring dan sesekali bergerak karena merasa kesakitan. Sementara aku hanya terus mengucurkan airmata, tidak kuasa melihat keadaanmu. Saat beberapa suster mendorong tubuhmu yang terbaring diatas ranjang menuju ruangan yang disebut ICU, kecemasanku mulai mereda. Ada harapan yang besar disana. Harapan akan kesembuhan dirimu. Angan-anganku terus melambung tinggi. Membayangkan apa yang akan aku lakukan ketika kau membuka mata esok hari? Apa yang akan aku bawa saat menjengukmu? Dan apa yang akan kau lakukan saat bertemu ‘mereka’?
‘Mereka’ yang selalu mewarnai hari-hari kita dengan pertengkaran kecil dan besar. ‘Mereka’ yang kau ajak ikut masuk kedalam kehidupan kita. ‘Mereka’ yang secara langsung dan tidak langsung punya maksud yang sama, yaitu merebutmu dari pelukanku. Sudahlah, tidak akan menguntungkan jika aku terus membahas ‘mereka’.
Namun seketika kabar itu datang. Kabar yang keluar dari mulut sahabatmu. Kabar yang juga membuyarkan semua lamunanku. Kau pergi. Kau pergi meninggalkanku untuk selamanya. Tidak banyak yang kuingat saat itu. Yang kutau, setelah mendengar kabar itu, aku jatuh pingsan dan hilang kesadaran. Saat kubuka mataku, aku segera menghampiri tubuhmu yang diam kaku tertutupi selimut. Tidak banyak yang dapat aku lakukan. Kecuali menangis. Ya, hanya air mata yang dapat mewakili perasaanku saat itu.

Semenjak itu kesendirian selalu menghantuiku. Aku selalu merasa seorang diri. Kesepian karena kau telah pergi meninggalkanku. Tunggu, kau tidak benar-benar meninggalkanku. Kita tau itu. Kau selalu menemaniku. Tapi kenapa aku masih terus merasa sendiri? Apa karena hatiku merasa sepi tanpa hadirmu? Tidak. Jelas tidak. Kau masih menetap dihati terdalamku. Bukan itu alasanku merasa sendiri. Lalu apa? Apa yang membuatku selalu menitikkan air mata? Apa karena aku tidak lagi dapat menangkap bayanganmu? Hmm, seharusnya aku tidak pernah berfikir seperti itu. Kau selalu disini. Disisiku. Dihatiku. Dianganku. Tapi kenapa kesepian itu selalu menghantuiku?
Entahlah. Yang pasti bukan karena kau pergi meninggalkanku. Karena kau memang tidak pernah melakukan itu.



Dia...
Ya, kau tau jelas siapa dia.
Dia adalah seorang yang selalu menemani hari-hariku­. Dulu. Sama sepertimu.
Dan karena sama sepertimu, dia juga pergi meninggalkanku. Tidak, kau tidak meninggalkanku, dan dia meninggalkanku. Dia pergi menjauh seolah kami tidak saling mengenal. Dia yang kutemui tempo hari, bukan dia yang dulu selalu mendengarkan ceritaku. Dia tidak lagi tertarik dengan kabarku. Setidaknya itu yang ada dibenakku.
Namun ada kesamaan diantara kalian. Kalian tetap tinggal dihatiku walau entah berada dimana. Apa yang aku fikirkan? Tentu saja aku sangat bodoh membiarkan dia masuk juga kedalam hatiku, sama sepertimu. Aku menyesal sekali saat membiarkan dia melakukan sesuatu yang seharusnya tidak terjadi. Saat itu kami hanya saling bertatapan dan berjanji seolah tidak terjadi apa-apa. Dan kami melakukannya.
Dia menghilang. Benar-benar menetapi janji untuk tidak mengingat kejadian tempo hari. Tapi tidak denganku. Memori itu terus menari didalam benakku. Mengganggu hari-hariku. Tidak seharusnya aku membiarkan kenangan buruk itu hadir menghantuiku. Kami telah berjanji. Dan seharusnya kami menepati. Namun apa yang aku lakukan? Aku justru menikmati kenangan itu dengan air mata. Air mata kerinduan akan hadirnya yang selalu menemani hari-hariku.
“hei, apa kabar?” Ingin sekali aku mengucapkan kata itu saat bertemu dengannya. Tapi tidak. Kami bahkan tidak pernah bertemu lagi setelah tempo hari bertemu disuatu tempat dengan suasana canggung. Dia terlihat aneh. Dia bukan lagi dia sahabatku. Dia kini benar-benar telah menjadi orang asing dimataku. Tapi tidak dihatiku.
Hatiku seolah mengharapkan dirinya kembali. Kembali menemani hari-hariku. Kembali menjadi dia yang sahabatku, atau mungkin lebih. Ahh, apa lagi yang kufikirkan? Ya, perasaan ini selalu muncul ketika sedang membayangkan dirinya. Mebayangkan dialah sosok yang akan menggantikan dirimu. Waw         !! aku benar-benar sudah kacau. Bagaimana bisa aku memikirkan hal yang jelas-jelas tidak akan pernah terjadi. Kau dan Dia jelas-jelas berbeda. Kau lah yang kucintai kemarin, hari ini dan seterusnya. Tidak akan pernah ada yang bisa menggantikan posisimu di hatiku yang terdalam. Tidak juga Dia. Dia yang selalu hadir diangan-anganku, akan tetap berada disana. Tidak akan pernah berubah jadi nyata. 

1 komentar: