Rabu, 04 Juli 2012

Anak Jalanan



  "Kak, itu apa?"
Aku tersentak mendengar suara itu. Suara anak kecil yang lirih namun bersemangat. Suara yang tidak jauh. Disampingku. Hampir saja aku melepas kamera yang aku gunakan sejak tadi untuk memotret keadaan sekeliling, ketika seorang anak dengan pakaian yang kotor dan berantakan berdiri didekatku. Tangannya yang mungil memegang sebuah gitar kecil dengan beberapa senar yang sudah putus. Aku seketika menjauh, takut jika saja anak itu akan berbuat jahat padaku.

  "Tidak apa-apa."
Kali ini seseorang berbicara dengan nada yang tenang. Tangannya menyentuh pundakku, seakan meyakinkanku bahwa anak ini tidak berbuat jahat. Aku mendapati Jodi berada dibelakangku, tapi sekarang berjalan kecil mendekati anak itu.
  "Namanya siapa dek?" Jodi agak membungkukkan badannya dihadapan anak kecil itu.
  "Ajis!" Jawabnya dengan singkat dan penuh semangat.
Ajis lalu terdiam. Matanya mengarah pada sebuah kamera yang tergantung di leher Jodi. Mata-mata jahat. Mata-mata penuh arti. Seperti seekor macan yang siap menerkam mangsanya.
  "Kamu mau difoto?" Tanya Jodi ketika menyadari sepasang bola mata yang kecil itu terus mengamati sebuah benda yang tergantung dilehernya.

Ajis berteriak memanggil teman-temannya. Tiba-tiba saja muncul anak-anak kecil dengan pakaian yang compang-camping. Ada beberapa anak yang membawa botol minum, tutup botol yang dijadikan satu, dan berbagai barang rongsokan yang mereka sulap menjadi alat musik. Ya, mereka adalah pengamen-pengamen kecil yang sudah bisa berusaha mencari uang sendiri. Atau malah dipaksa untuk mencari uang oleh orangtua mereka.
Aku terpaku melihat anak-anak itu sangat senang ketika Jodi mengambil beberapa gambar mereka. Mereka tertawa lepas sekali. Terlihat jelas senyum-senyum yang terbentuk di bibir mungil mereka. Bukan senyum penuh arti. Tapi senyum yang begitu tulus keluar dari hati. Tiba-tiba saja bola mataku terasa basah. Aku menangis. Menagis penuh haru. aku terus berpikir, bagaimana mereka dapat tersenyum dengan begitu tulusnya. Jodi tidak memberikan mereka permen atau uang. Mengapa mereka terlihat begitu bahagia. Sedangkan keadaan disekitar mereka begitu kumuh. Apakah mereka tidak merasa menderita. Entahlah jika aku yang berada disini. Bermain dengan gitar kecil dipinggir-pinggir jalanan kota besar. Tidur hanya beralaskan kardus. Lingkungan yang bau dan panas. Apa yang mereka makan setiap hari? Bagaimana kalau hujan turun? Atap mereka pun juga terbuat dari kardus. Air mataku terus mengalir melihat mereka seakan melupakan penderitaan yang selama ini mereka rasakan. Sulit sekali menemukan senyum kecil setulus mereka di kota-kota besar. Begitu juga denganku. Jarang sekali aku tersenyum dengan tanpa maksud. Tidak seperti mereka.

  "Kak, kok nangis?" Suara lirih lagi. Kali ini aku melihat seorang gadis kecil berdiri disampingku. Rambutnya yang tipis dikuncir kuda dengan berantakan. Alas kakinya hanya sebelah saja, entah yang satu lagi kemana. Dan tangannya yang mungil memegang tanganku.
  "Kakak gak papa kok." Aku menghapus air mataku dan tersenyum pada gadis kecil itu.
  "Kakak kok diem aja, kesana yuk ikut sama yang lain." Anak itu menarik tanganku dengan begitu semangat. Aku pun mengikutinya dari belakang.


Aku dan Jodi berjalan menuju mobil. Anak-anak kecil itu juga mengantar kami sampai masuk kedalam mobil. Tangan-tangan kecil mereka terus melambai sampai mobil kami berjalan meninggalkan mereka. Aku melihat kembali beberapa foto yang kami ambil tadi. Senyum-senyum itu begitu hidup. Tugasku selesai. Bukan hanya tugas yang aku dapati. Tapi juga pengalaman hidup. Pelajaran tentang kehidupan anak-anak pinggiran jalanan. Dulu mungkin aku akan takut dan menghidar ketika ada pengamen yang berdiri dilampu merah dengan muka mengemis. Namun ketika melihat senyum-senyum tadi, aku tidak akan lagi takut. Tidak akan ada lagi rasa jijik ketika melihat mereka. Tidak akan ada lagi rasa ragu untuk memberikan mereka beberapa recehan dari dalam dompet.
Aku terus tersenyum sepanjang jalan pulang. Jodi yang menyadarinya juga ikut tersenyum melihatku. Ya, kali ini aku tersenyum tanpa arti. Senyum tulus ini muncul karena mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar