Kamis, 02 Mei 2013

Bagaimana Jika...




"Apa kamu siap mendengar beberapa kata itu terucap dari bibirnya namun bukan untukmu?"
Saya belum siap, jujur, mungkin tidak siap. Kata-kata yang saya harapkan tertuju lurus untuk saya, nyatanya justru berlawanan arah. Entah rasa apa yang saat ini bergantungan di hati saya ketika tahu kata-kata itu tidak akan pernah menjadi milik saya. Entah apa hati ini masih menginginkannya setelah sadar kata-kata itu sudah pergi jauh. 
Mungkin kamu tidak sadar atau memang sengaja melupakan. Saat bibir mungilmu menyentuh bibirku perlahan demi perlahan. Saat kedua mata mulai tertutup pelan, dan hati mulai merasakan. Perasaan senang juga takut, namun tetap diteruskan. Rasanya tak ingin berakhir, begitu indah namun kelam. Setelah satu lagu berakhir dan suara penyiar mulai terdengar dari radio tape-mu, bibir kita saling berjauhan dan mata akhirnya terbuka perlahan, kita terdiam. Memandang lurus kearah jalanan, bukan saling tatap dan ucapkan kata-kata sayang. Di dalam kesunyian, hati dan pikiran terus bertengkar. Penyesalan datang membuat tak tenang. 'Kenapa harus terdiam?' Itu pikiran saya untuk hati, bukan untuk dia yang juga duduk terdiam disamping saya. Saya tidak akan lagi membiarkan situasi seperti ini terus terjadi. Tidak boleh ada lagi pertanyaan yang menghantui hari demi hari.
"Akan sampai kapan seperti ini?" Akhirnya satu kalimat keluar dari bibir memecah kesunyian dan berhasil membuatnya menoleh kearah saya. Yang saya inginkan bukan seperti ini, bercumbu tanpa tahu perasaannya sama sekali. Saya mencintainya. Jelas dia pun pasti tahu. Tapi dia? Entah dia memikirkan saya setiap saat atau tidak. Rasanya terlalu lelah terus memikirkan perasaannya. Ingin menyerah saja dan melupakan semuanya. Tapi kita bukan sedang membicarakan membuang setumpuk kotoran ke dalam tong sampah, jelas tidak semudah itu.
"Bukan sekarang saatnya." Katanya tersenyum. Seolah mengerti tujuan pertanyaan saya. Dan sekali lagi mendaratkan bibir mungilnya dikening saya. Lalu menarik tubuh saya kedalam pelukannya. Lama, terlalu lama sehingga saya dapat merasakan pupil mata saya memanas dan beberapa cairan dari mata turun perlahan. Terlalu nyaman untuk dilepaskan. Saya ingin merasakan seperti ini setiap saat, dengan kata-kata manja dan penuh kasih sayang. Tapi 'bukan sekarang saatnya' katanya. Mungkin nanti, ketika dia siap untuk tidak menyakiti hati. 
Tapi apa yang saya saksikan pagi ini? Kata-kata yang saya harapkan keluar dari nya untuk saya, akhirnya terlontarkan, namun untuk orang lain. Seorang wanita yang saya kenal dari cerita-ceritanya. Wanita yang sesuai dengan impiannya. Apa ini maksud dari 'Bukan sekarang saatnya.' Karena ini saat untuk wanita itu, bukan untuk saya. Lalu kapan saatnya tiba? Bagaimana jika pada saat itu rasa ini sudah tiada? Bagaimana jika suatu saat itu tidak pernah ada? 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar